Oleh : Desmalia Syakira
Universitas Andalas
PANDEMI COVID-19 memberikan dampak buruk pada keseluruhan sektor perekonomian, termasuk para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan sebanyak 82,9% UMKM merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya 5,9% UMKM yang mengalami pertumbuhan positif. Tak dapat dipungkiri, beragam cara dilakukan mereka demi bertahan di tengah resesi ekonomi, termasuk transformasi ke dunia digital.
Transformasi Digital
Transformasi digital merupakan tantangan yang mendorong pelaku UMKM untuk bertahan serta bangkit berkontribusi terhadap ekonomi nasional Indonesia melalui penggunaan teknologi digital. Transformasi digital sebetulnya bukan hal baru dalam dunia usaha. Istilah digital sendiri sudah ada sejak teknologi dikembangkan pada pertengahan abad 19, hanya saja baru populer era 1980, saat muncul pengolahan kata, database dan lainnya. Dengan adanya transformasi digital, menciptakan beberapa perubahan dari sebelumnya.
Pertama, transformasi digital mengubah pasar dari basis fisik menjadi online. Berdasarkan data Bank Indonesia, tercatat bahwa jumlah transaksi jual beli di platform e-commerce meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2020, dari 80 juta transaksi pada 2019 menjadi 140 juta transaksi hingga Agustus 2020. Survei Sea Insights juga menujukkan, sebanyak 54% responden pengusaha UMKM semakin adaptif menggunakan media sosial (online) untuk meningkatkan penjualan.
Kedua, transformasi digital mengubah pola pembayaran dari fisik menjadi virtual. Seiring dengan pasar yang berbasis online, maka pembayaran pun berubah menjadi pola virtual guna menciptakan pembayaran yang mudah, cepat dan aman. Bank Central Asia (BCA) mencatatkan 88% transaksi nasabah dilakukan melalui mobile banking dan internet banking. Lalu sebanyak 11,4 persen dari ATM dan hanya 0,5 persen dilakukan di cabang.
Ketiga, transformasi digital mengubah konsep product centric ke customer centric (Hikmah, 2021). Perubahan ke customer centric guna meningkatkan kebutuhan masing-masing pelanggan yang berbeda.
Peralihan UMKM Indonesia Menuju Teknologi Digital
Di tengah ancaman resesi, transformasi digital sudah seharusnya menjadi keharusan bagi pelaku UMKM. Hal tersebut terbukti dari hasil survei Lembaga Independen Indonesia Services Dialogue (ISD), bahwa laba UMKM yang mengadopsi teknologi digital meningkat sebesar 17-25%.
Kenaikan laba bukan menjadi salah satu alasan dari manfaat transformasi digital. Dalam hasil riset LPEM FEB UI, terungkap beberapa alasan pelaku UMKM melakukan transformasi digital. Mayoritas sebanyak 43,5% mereka memilih berjualan di platform digital karena fleksibilitas waktu yang lebih baik, sebanyak 41,6% kehilangan pendapatan karena PSBB di sejumlah daerah, sebanyak 35,4% pencari nafkah yang kehilangan pendapatannya, sebanyak 31,3% mengalami penurunan pemasukan dari bisnis offline, dan sebanyak 16% diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya. Tidak hanya sebagai kunci di tengah ancaman resesi, transformasi digital juga sudah sepatutnya dijadikan kunci bagi pelaku UMKM di tengah persaingan pasar yang semakin berkembang.
Dilihat dari laporan e-Conomy SEA yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain, diperkirakan bahwa nilai ekonomi berbasis digital di Indonesia diperkirakan akan mencapai US$44 miliar setara Rp624,2 triliun pada tahun 2020, dan pada tahun 2025 diprediksi mencapai sekitar US$124 miliar. Laporan e-Conomy SEA tersebut juga mengungkapkan bahwa selama pandemi jumlah konsumen baru yang memanfaatkan ekonomi digital meningkat 37%. Dari jumlah tersebut, 93% diantaranya menyatakan akan tetap memanfaatkan produk ekonomi digital meskipun pandemi telah selesai.
Jadi, dengan dapat melihat transformasi digital yang mudah, serta dampak positifnya yang besar, seharusnya pelaku UMKM sudah bisa memutuskan untuk memulai transformasi digital saat ini.